Minggu, 23 Maret 2008

Cintaku pada Kampus Biru

Habis baca blog-nya Indira..aku jadiiii.. Jadi apa ya? Halah. Ga jelas. Enggak, si Indira cerita soal kampusnya dulu, jadi keinget sama kampusku juga. Kampusku yang dulu... Kampus Biru... Sampai sekarang, aku masih bingung kenapa UGM selalu disebut sebagai Kampus Biru. Mama yang aku tanyain pernah menjawab bahwa itu karena dulu UGM pernah jadi setting untuk film (dan novel) yang berjudul "Cintaku di Kampus Biru". Sebenernya sih, sepertinya aku bertanya pada orang yang salah. Kenapa juga aku nanya ke Mama ya? Toh hubungan Mama dengan UGM cuma sekedar anak sulungnya dulu kuliah disana... Terus, aku pernah denger, bahwa dulu Balairung UGM itu warnanya biru, makanya namanya Kampus Biru. Aku sama Retno sama-sama tidak sepakat akan hal itu. Karena Balairung tuh ga ada biru-birunya. Dan pilar-pilar itu sepertinya akan kelihatan konyol kalau di cat biru. Dilihat dari warna jas almamater? Enggak bangeeeettt.... Jas almamater kami warnanya adalah warna yang sangat nanggung, dibilang coklat terlalu muda, dibilang hijau kayak lumutan, dibilang biru juga jauh banget dari kenyataannya..

Eeeniweeeii.... I’m so proud to be a part of this University. One of the best in Indonesia, dan untuk humanity science, UGM juga pernah masuk dalam 100 besar dunia. Yang aku sukaaa banget dari UGM adalah aura kerakyatannya. One of the most humble University. Dulu waktu aku pertama kali ke Jogja, sopir taksi yang aku tumpangi pernah bercerita dengan bangga bahwa anaknya dua-duanya kuliah di UGM, dan berteman dekat dengan anak seorang tukang becak. Waktu kuliah dulu pun, suasana kampus diisi dengan mahasiswa yang berpenampilan ‘yang penting kuliah…bukan ngegaya’. Dan tetep… yang namanya UGM udah punya nama besar and respected as one of the most prestigious one. Yang aku sedih, katanya sekarang UGM sudah tidak sehumble dulu lagi. Katanya sekarang gedung-gedung kuliah semakin tinggi menjulang, dan status BHMN menjadi andalan untuk segala macam aliran uang. Hiks... Pernah beberapa tahun yang lalu aku nangis di depan TV nonton Metro Realitas, waktu itu salah seorang pedagang pinggir jalan berkata dia sudah melepas cita-cita agar anaknya bisa kuliah di UGM, karena ”...cuma orang kaya yang bisa kuliah disana sekarang...”. Padahal dulu, bagi aku (dan mungkin juga bagi semua almamater lainnya) UGM adalah bukti bahwa kalau memang pengen cari ilmu, uang tidak selalu jadi penghalang... Bagi aku dulu, UGM adalah bukti bahwa, selama kita berniat, walaupun secara finansial ’ngepassss banget’, kuliah di UGM tetep bisa dijalankan...

Udah ah...segitu aja dulu kali ya soal kesan-kesanku tentang Universitas ku tercinta. Lagipula sebenernya inti dari cerita aku kali ini bukan itu (lha, terus satu paragraf di atas tadi mukaddimah doang? Jago ngegombal memeng yaa....). Seingatku, aku ga pernah jadi a spectacular student at the University. Ya ngalir aja… Organisasi gitu-gitu aja, walopun pernah beberapa kali ikut kepanitiaan. Jadi inget, salah satu kepanitiaan yang paling berkesan dulu adalah waktu jadi Panitia Sadamika 2001, OSPEK Jurusan Kimia. Seperti biasa sebagaimana di berbagai acara OSPEK lainnya, ada polling tentang ”Panitia Paling...”. Kategorinya adalah ”Paling Kalem”, ”Paling Cerewet”, ”Paling Baik Hati” dan ”Paling Cool”. Oke, bisa nebak dooong aku masuk ke kategori yang mana? Paling Cool? Wah, anda belum mengenal saya kalo menebak itu... Jelassss aku dinobatkan sebagai Panitia Paling Cerewet. Yang cukup menohok adalah, aku terpilih secara sangat aklamasi. Untuk Panitia Paling baik Hati, dari 3 nama teratas hasil polling, peringkat satu ada sekitar 30an suara, peringkat 2 sekitar 25an, dan peringkat 3 sekitar 20an. Gitu juga sama kategori lai-lainnya. Rata-rata selisih antara yang pertama, kedua dan ketiga tuh sekedar selisih 3-4 suara. Lha, aku? Aku langsung melejit ke posisi teratas dengan 86 suara!!! Di bawahku untuk peringkat kedua dan ketiga masing-masing cuma 4 dan 3 suara. Aku ga tau harus bangga atau tertunduk menerima kenyataan ini....

Lulus setelah 4,5 tahun kuliah. Dan aku selalu menekankan 4,5 tahun, bukan 5 tahun. IP? Yaaah... 3 lebih dikitlah...ga sampai cum laude. Itu pun setelah menghapus 6 mata kuliah. Yang aku hapus dulu Kimia Bahan Alam yang dapet C (ga kaget sih begitu liat pengumuman nilainya, aku memang ga pernah bakat dengan struktur-struktur organik yang sombong dan menyebalkan itu), Sains Bahan juga dapet C (sampe sekarang aku masih inget...beberapa temanku jadi merasa bersalah, karena mereka dapet B...Hahahaha... sampai-sampai mereka meyakinkan aku bahwa mereka akan mendampingiku protes ke dosen). Yang lainnya? Aku hapus karena aku tidak merasa layak untuk dapet B: Mikrobiologi (14 kali kuliah, dua kali saja yang sukses aku lewati tanpa tertidur, waktu UTS dan UAS doang), Kimia Permukaan, Kimia Zat Padat, sama apa lagi ya? Yah...pokoknya 6 mata kuliah laah... Sidang Skripsi Alhamdulillah bisa dapet A, dengan nilai 3,37. Skala nilai sidang skripsi kalo ga salah rangenya 0-4, dan untuk dapet A minimal 3,2. Jadi inget, dulu selesai sidang, aku keluar langsung cengengesan, dan ga bisa makan snack. Beda banget sama si Yesi yang begitu keluar malah langsung nyari makan. Sura? Dia keluar dengan wajah lemas dan langsung nyari minum. Ratih tuh yang nyaris nangis waktu keluar ruang sidang. Nunggu dengan rasa deg-degan...dan nyaris ga bisa jalan masuk lagi ke ruangan waktu dipanggil untuk dikasih tau hasinya. Apa yang dikatakan dosen penguji waktu ngasih petuah tentang hasil sidangku ga sepenuhnya aku dengerin, secara telingaku tiba-tiba saja jadi filter untuk menyaring informasi sesungguhnya. Jadi begitu Pak Sri Juari ngomong: ”...jadi berdasarkan hasil diskusi para dosen penguji mengenai sidang skripsi Anda...Saudari Utami Irawati dinyatakan berhasil lulus dengan jumlah nilai 3,37...yang layak untuk memperoleh nilai A”. Aku ingeeet banget, begitu denger itu, reaksi pertamaku adalah: ”Hah? Serius nih Pak? Beneran Pak? Bapak yakin? Ga salah hitung tuh Pak?”. Pak Karna langsung ngomel..”Tuh kaaaan...seharusnya jangan dikasih tau gitu...”. Aku langsung cengar-cengir...setengah mau nangis setengah pengen ketawa lega.... Legaaaaaaa banget rasanya. Apalagi perasaan waktu sidang ada beberapa pertanyaan krusial yang aku bener-bener lupa jawabannya. Aku lupa range sinar IR itu dari berapa-sampai berapa, dan waktu ditanya entropi itu apa, aku cuma jawab: ”Delta G Pak. Rumusnya Delta G sama dengan Delta H minus T kali delta S” dengan wajah tapi-saya-sendiri-tidak-yakin-nih-Pak. Kesalahan fatal, karena itu adalah rumus pertama yang diajarkan oleh Pak Karna, si dosen penguji yang menanyakan hal itu, pada waktu dia mengajar Termodinamika Statistik (Aaaahhh... baru ingeeeet... Aku juga menghapus Termodinamika Statisitik...karena dapet B padahala aku merasa tidak bisa menyerap ilmu apapun dari MK ini)

Eh, udah satu setengah halaman toh? Halah. Kalo bikin tugas esay aja, susah banget dapet satu paragraf...

Ya udahlah...inti dari cerita ini adalah... I’m so proud to be a part of Gadjah Mada Univrsity! I love UGM dah pokoknya… daaaannn…. I love Jogja…. (dan aku bisa melihat ada beberapa yang manggut-manggut setuju begitu baca statement ini…: p)

Gambar berasal dari sini

2 komentar:

  1. Ha...ha..I'm very proud and love UGM too kog mbak, walaupun gak punya kenangan yg romance gitu..wekekek. Keinget tahun 90-an, temen2 sy kuliah pake sepeda onthel atau "pit kebo" gitu plus kuliah dengan pakaian/kaos seadanya, ttp sekarang dah jadi orang2 sukses. Tahun kemarin ke UGM dah jadi "beda banget" serba "glamour" dgn gedung2 menjulang tinggi plus mhs yang tajir2.
    Saya dan ketiga adik sy adalah alumni UGM, dan kami selalu "kangen" tuk sekedar nengok jogja (UGM)...kalo pas lebaran pasti semobil keliling jogja, pulang sampe malam, hanya sekedar jalan2 ke malioboro..ha..ha..jadoel ya!

    BalasHapus

Minggu, 23 Maret 2008

Cintaku pada Kampus Biru

Habis baca blog-nya Indira..aku jadiiii.. Jadi apa ya? Halah. Ga jelas. Enggak, si Indira cerita soal kampusnya dulu, jadi keinget sama kampusku juga. Kampusku yang dulu... Kampus Biru... Sampai sekarang, aku masih bingung kenapa UGM selalu disebut sebagai Kampus Biru. Mama yang aku tanyain pernah menjawab bahwa itu karena dulu UGM pernah jadi setting untuk film (dan novel) yang berjudul "Cintaku di Kampus Biru". Sebenernya sih, sepertinya aku bertanya pada orang yang salah. Kenapa juga aku nanya ke Mama ya? Toh hubungan Mama dengan UGM cuma sekedar anak sulungnya dulu kuliah disana... Terus, aku pernah denger, bahwa dulu Balairung UGM itu warnanya biru, makanya namanya Kampus Biru. Aku sama Retno sama-sama tidak sepakat akan hal itu. Karena Balairung tuh ga ada biru-birunya. Dan pilar-pilar itu sepertinya akan kelihatan konyol kalau di cat biru. Dilihat dari warna jas almamater? Enggak bangeeeettt.... Jas almamater kami warnanya adalah warna yang sangat nanggung, dibilang coklat terlalu muda, dibilang hijau kayak lumutan, dibilang biru juga jauh banget dari kenyataannya..

Eeeniweeeii.... I’m so proud to be a part of this University. One of the best in Indonesia, dan untuk humanity science, UGM juga pernah masuk dalam 100 besar dunia. Yang aku sukaaa banget dari UGM adalah aura kerakyatannya. One of the most humble University. Dulu waktu aku pertama kali ke Jogja, sopir taksi yang aku tumpangi pernah bercerita dengan bangga bahwa anaknya dua-duanya kuliah di UGM, dan berteman dekat dengan anak seorang tukang becak. Waktu kuliah dulu pun, suasana kampus diisi dengan mahasiswa yang berpenampilan ‘yang penting kuliah…bukan ngegaya’. Dan tetep… yang namanya UGM udah punya nama besar and respected as one of the most prestigious one. Yang aku sedih, katanya sekarang UGM sudah tidak sehumble dulu lagi. Katanya sekarang gedung-gedung kuliah semakin tinggi menjulang, dan status BHMN menjadi andalan untuk segala macam aliran uang. Hiks... Pernah beberapa tahun yang lalu aku nangis di depan TV nonton Metro Realitas, waktu itu salah seorang pedagang pinggir jalan berkata dia sudah melepas cita-cita agar anaknya bisa kuliah di UGM, karena ”...cuma orang kaya yang bisa kuliah disana sekarang...”. Padahal dulu, bagi aku (dan mungkin juga bagi semua almamater lainnya) UGM adalah bukti bahwa kalau memang pengen cari ilmu, uang tidak selalu jadi penghalang... Bagi aku dulu, UGM adalah bukti bahwa, selama kita berniat, walaupun secara finansial ’ngepassss banget’, kuliah di UGM tetep bisa dijalankan...

Udah ah...segitu aja dulu kali ya soal kesan-kesanku tentang Universitas ku tercinta. Lagipula sebenernya inti dari cerita aku kali ini bukan itu (lha, terus satu paragraf di atas tadi mukaddimah doang? Jago ngegombal memeng yaa....). Seingatku, aku ga pernah jadi a spectacular student at the University. Ya ngalir aja… Organisasi gitu-gitu aja, walopun pernah beberapa kali ikut kepanitiaan. Jadi inget, salah satu kepanitiaan yang paling berkesan dulu adalah waktu jadi Panitia Sadamika 2001, OSPEK Jurusan Kimia. Seperti biasa sebagaimana di berbagai acara OSPEK lainnya, ada polling tentang ”Panitia Paling...”. Kategorinya adalah ”Paling Kalem”, ”Paling Cerewet”, ”Paling Baik Hati” dan ”Paling Cool”. Oke, bisa nebak dooong aku masuk ke kategori yang mana? Paling Cool? Wah, anda belum mengenal saya kalo menebak itu... Jelassss aku dinobatkan sebagai Panitia Paling Cerewet. Yang cukup menohok adalah, aku terpilih secara sangat aklamasi. Untuk Panitia Paling baik Hati, dari 3 nama teratas hasil polling, peringkat satu ada sekitar 30an suara, peringkat 2 sekitar 25an, dan peringkat 3 sekitar 20an. Gitu juga sama kategori lai-lainnya. Rata-rata selisih antara yang pertama, kedua dan ketiga tuh sekedar selisih 3-4 suara. Lha, aku? Aku langsung melejit ke posisi teratas dengan 86 suara!!! Di bawahku untuk peringkat kedua dan ketiga masing-masing cuma 4 dan 3 suara. Aku ga tau harus bangga atau tertunduk menerima kenyataan ini....

Lulus setelah 4,5 tahun kuliah. Dan aku selalu menekankan 4,5 tahun, bukan 5 tahun. IP? Yaaah... 3 lebih dikitlah...ga sampai cum laude. Itu pun setelah menghapus 6 mata kuliah. Yang aku hapus dulu Kimia Bahan Alam yang dapet C (ga kaget sih begitu liat pengumuman nilainya, aku memang ga pernah bakat dengan struktur-struktur organik yang sombong dan menyebalkan itu), Sains Bahan juga dapet C (sampe sekarang aku masih inget...beberapa temanku jadi merasa bersalah, karena mereka dapet B...Hahahaha... sampai-sampai mereka meyakinkan aku bahwa mereka akan mendampingiku protes ke dosen). Yang lainnya? Aku hapus karena aku tidak merasa layak untuk dapet B: Mikrobiologi (14 kali kuliah, dua kali saja yang sukses aku lewati tanpa tertidur, waktu UTS dan UAS doang), Kimia Permukaan, Kimia Zat Padat, sama apa lagi ya? Yah...pokoknya 6 mata kuliah laah... Sidang Skripsi Alhamdulillah bisa dapet A, dengan nilai 3,37. Skala nilai sidang skripsi kalo ga salah rangenya 0-4, dan untuk dapet A minimal 3,2. Jadi inget, dulu selesai sidang, aku keluar langsung cengengesan, dan ga bisa makan snack. Beda banget sama si Yesi yang begitu keluar malah langsung nyari makan. Sura? Dia keluar dengan wajah lemas dan langsung nyari minum. Ratih tuh yang nyaris nangis waktu keluar ruang sidang. Nunggu dengan rasa deg-degan...dan nyaris ga bisa jalan masuk lagi ke ruangan waktu dipanggil untuk dikasih tau hasinya. Apa yang dikatakan dosen penguji waktu ngasih petuah tentang hasil sidangku ga sepenuhnya aku dengerin, secara telingaku tiba-tiba saja jadi filter untuk menyaring informasi sesungguhnya. Jadi begitu Pak Sri Juari ngomong: ”...jadi berdasarkan hasil diskusi para dosen penguji mengenai sidang skripsi Anda...Saudari Utami Irawati dinyatakan berhasil lulus dengan jumlah nilai 3,37...yang layak untuk memperoleh nilai A”. Aku ingeeet banget, begitu denger itu, reaksi pertamaku adalah: ”Hah? Serius nih Pak? Beneran Pak? Bapak yakin? Ga salah hitung tuh Pak?”. Pak Karna langsung ngomel..”Tuh kaaaan...seharusnya jangan dikasih tau gitu...”. Aku langsung cengar-cengir...setengah mau nangis setengah pengen ketawa lega.... Legaaaaaaa banget rasanya. Apalagi perasaan waktu sidang ada beberapa pertanyaan krusial yang aku bener-bener lupa jawabannya. Aku lupa range sinar IR itu dari berapa-sampai berapa, dan waktu ditanya entropi itu apa, aku cuma jawab: ”Delta G Pak. Rumusnya Delta G sama dengan Delta H minus T kali delta S” dengan wajah tapi-saya-sendiri-tidak-yakin-nih-Pak. Kesalahan fatal, karena itu adalah rumus pertama yang diajarkan oleh Pak Karna, si dosen penguji yang menanyakan hal itu, pada waktu dia mengajar Termodinamika Statistik (Aaaahhh... baru ingeeeet... Aku juga menghapus Termodinamika Statisitik...karena dapet B padahala aku merasa tidak bisa menyerap ilmu apapun dari MK ini)

Eh, udah satu setengah halaman toh? Halah. Kalo bikin tugas esay aja, susah banget dapet satu paragraf...

Ya udahlah...inti dari cerita ini adalah... I’m so proud to be a part of Gadjah Mada Univrsity! I love UGM dah pokoknya… daaaannn…. I love Jogja…. (dan aku bisa melihat ada beberapa yang manggut-manggut setuju begitu baca statement ini…: p)

Gambar berasal dari sini

2 komentar:

  1. Ha...ha..I'm very proud and love UGM too kog mbak, walaupun gak punya kenangan yg romance gitu..wekekek. Keinget tahun 90-an, temen2 sy kuliah pake sepeda onthel atau "pit kebo" gitu plus kuliah dengan pakaian/kaos seadanya, ttp sekarang dah jadi orang2 sukses. Tahun kemarin ke UGM dah jadi "beda banget" serba "glamour" dgn gedung2 menjulang tinggi plus mhs yang tajir2.
    Saya dan ketiga adik sy adalah alumni UGM, dan kami selalu "kangen" tuk sekedar nengok jogja (UGM)...kalo pas lebaran pasti semobil keliling jogja, pulang sampe malam, hanya sekedar jalan2 ke malioboro..ha..ha..jadoel ya!

    BalasHapus